PENGARUH OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI JAGUNG MANIS (Zea Mays saccharata STURT.)
Assalamu’alaikum wr. wb
Segala
puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Perencanaan
Geoteknik I tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam tercurahkan kepada Baginda
Rasullullah Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan
ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Agronomi
adalah salah satu cabang ilmu terapan yang mempelajari aspek biofisik yang
berhubungan erat dengan penyempurnaan budidaya tanaman di lapangan. Oleh karena
itu diperlukan dasar yang kuat secara praktis dalam rangka agronomi.
Dalam uraian-uraian, banyak disajikan
tabel-tabel dengan maksud agar para pembaca akan dapat menelaah permasalahan
pertanian sebagai salah satu sektor bidang ekonomi dengan berbagai problema
kompleks. Setidaknya akan menjauhkan anggapan yang seolah-olah lingkup pertanian
itu hanyalah hal-hal yang berhubungan antar tanaman dan tanah saja.
Banda
Aceh, 20 Desember 2010
Penyusun,
(i)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pertumbuhan
suatu tanaman yang diproduksi akan selalu dipengaruhi oleh faktor dalam maupun
faktor luar dari tanaman itu sendiri. Faktor dalam dari tanaman itu adalah
genetika dari tanaman tersebut yang terekspesikan melalui pertumbuhan sehingga
diperoleh hasil, sedangkan faktor luarnya adalah faktor biotik maupun abiotik
meliputi unsur–unsur yang
menjadi pengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi alam antara lain adalah
iklim, curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya, kesuburan tanah serta ada
tidaknya hama dan penyakit. Untuk dapat memanfaatkan unsur–unsur tersebut secara
optimal maka perlu adanya perlakuan khusus pada tanaman tersebut, antara lain
pengolahan lahan, pemilihan bibit atau varietas unggul, pengaturan kebutuhan
benih pada petak, pengaturan jarak tanam, pengaturan pemupukan, pengaturan air
irigasi, pengendalian hama dan penyakit, hingga akhirnya diperoleh hasil panen
atau produksi pertanian.
Salah
satu hal yang harus diperhatikan adalah pengolahan tanah. Secara umum
pengolahan tanah bertujuan untuk menyediakan lahan agar siap tanam dengan
meningkatkan kondisi fisik tanah agar siap untuk ditanami. Pengolahan tanah
adalah manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan
keadaan tanah yan baik bagi pertumbuhan tanaman. Tanah yang akan digunakan
sebagai media tumbuh harus dapat menyediakan unsur hara yang penting untuk
tanaman.
Pengolahan tanah
bertujuan untuk memberikan kondisi yang terbaik bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Disamping itu, pengolahan tanah juga untuk memperbaiki
sifat fisik tanah dan memberantas atau mencegah pertumbuhan gulma. Pengolahan
tanah yang dilakukan adalah dengan pencangkulan. Mengolah tanah meliputi
pekerjaan memecah, membalik, dan meratakan tanah, sehingga diperoleh keadaan
tanah yang gembur dan terhindar dari kepadatan tanah yang dapat mengganggu
infiltrasi. Pengolahan tanah terutama akan memperbaiki secara fisis, perbaikan
kemis dan biologis terjadi secara tidak langsung.
Hasil tanaman tidak
akan optimal bila tanaman itu tidak dipelihara dengan baik. Pemeliharaan
tanaman meliputi pengairan, pemupukan, dan pengendalian pengganggu tanaman.
Dalam pemupukan, harus diperhatikan kapan waktu dan berapa dosis yang tepat
untuk tanaman tersebut. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan tanaman dari kelebihan
pupuk yang hanya akan meracuni tanaman tersebut. Sehingga, hasil tanaman lebih
optimal.
B.
Tujuan Pratikum
Tujuan
pratikum ini secara umum untuk mengetahui dan memahami bagaimana sistem olah
tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jagung manis. Merekomendasi
cara olah tanah yang terbaik untuk budidaya jagung manis.
C. Hipotesis
Teknologi budidaya TOT (tanpa
olah tanah) juga bisa menghasilkan produktivitas suatu tanaman lebih tinggi
dari pada yang dilakukan dengan cara olah tanah.TOT (tanpa olah tanah) lebih
menjaga produktivitas lahan, itu terbukti dari percobaan yang kami lakukan
yaitu penanaman jagung manis, hasil panen jagung manis yang kami lakukan lebih
banyak menghasilkan tongkol buah dari bedeng yang tanpa olah tanah. bukan hanya
menghasilkan banyak buah /tongkol tetapi juga kapatisitas buah yang besar-besar
dan lebar. Maka dari itu teknologi TOT (tanpa olah tanah) lebih cocok
diterapkan dalam budidaya jagung manis.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Pada
prinsipnya sistem olah tanah, tanah minimum dan tanpa olah tanah dapat
digunakan untuk semua jenis tanaman. Memang ada beberapa jenis tanaman yang
tidak dapat ditingkatkan hasilnya dengan mengurangi salah satu kegiatan
pengolahan atau kombinasi beberapa kegiatan,kita harus melakukan pengujian
untuk memperoleh sistem yang terbaik
untuk dilaksanakan. Pengolahan tanah merupakan kebudayaan yang tertua dalam
pertanian dan tetap diperlukan dalam pertanian modern. Pengolahan tanah
bagaimana yang tepat untuk kelestarian sumberdaya tanah, mendefinisikan
pengolahan tanah sebagai setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat pesemaian, tempat
bertanam, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa tanaman, dan
memberantas gulma (Bahri,1995).
Mengolah tanah adalah untuk menciptakan sifat olah
yang baik, dan sifat ini mencerminkan keadaan fisik tanah yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman. Cara pengolahan tanah sangat mempengaruhi struktur tanah
alami yang baik yang terbentuk karena penetrasi akar atau fauna tauna, apabila
pengolahan tanah terlalu intensif maka struktur tanah akan rusak. Kebiasaan
petani yang mengolah tanah secara berlebihan dimana tanah diolah sampai bersih
permukaannya merupakan salah satu contoh pengolahan yang keliru karena kondisi
seperti ini mengakibatkan surface sealing yaitu butir tanah terdispersi oleh
butir hujan , menyumbat pori-pori tanah sehingga terbentuk surface crusting.
Untuk mengatasi pengaruh buruk peng-olahan tanah, maka dianjurkan beberapa cara
pengolahan tanah konservasi yang dapat memperkecil terjadinya erosi (Soekarto,
1985).
Mengolah
tanah berarti mengubah tanah pertanian dengan menggunakan suatu alat pertanian
sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh susunan tanah sebaik-baiknya, ditinjau
dari struktur dan porositas tanah (AAK,1983).
Pengolahan
tanah memerlukan input energi yang tinggi. Input ini bias dihasilkan dari dari
dalam suatu usaha tani (tenaga kerja manusia atau tenaga hewan) ataupun berasal
dari luar lahan (tenaga buruh atau hewan yang disewa, mekanisasi berbahan
bakar). Pengolahan tanah bias mengakibatkan efek negative bagi kehidupan tanah
dan meningkatkan mineralisasi bahan organik. Jika dikerjakan dengan baik pengolahan
tanah bias juga menigkatkan erosi (Reijntjes dkk, 2009).
Tujuan
dari pengolahan tanah salah satunya adalah membantu pengendalian erosi.
Sehubungan dengan tujuan tersebut, seharusnya dijelaskan bahwa pengolahan lebih
bertanggung jawab pada percepatan erosi dibandingkan untuk mengurangi erosi.
Bagaimanapun, garis luar pengolahan dapat membantu dalam pengendalian erosi
(Pearson, 1967).
Benih
yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut: Benih utuh, artinya tidak luka
atau tidak cacat, benih harus bebas hama dan penyakit, benih harus murni, benih
diambil dari jenis yang unggul atau stek yang sehat, mempunyai daya kecambah
80%, benih yang baik akan tenggelam apabila direndam dalam air, dan benih tidak
keriput, mengkilat dengan warna normal (Seiriam, 2001).
Penanaman jagung pada umumnya dilakukan pada musim kering
(kemarau) atau disebut jagung marengan. Meskipun demikian, penanaman jagung
kadang-kadang dilakukan pada musim hujan yang disebut jagung labuhan. Jagung
yang ditanam pada musim hujan mengalami banyak hambatan antara lain, terlalu
jenuh air, resiko serangan penyakit cukup tinggi, proses pengolahan pasca panen
terganggu dan reproduksinya cenderung turun (Anonim, 2006).
Untuk pertumbuhan tanaman jagung diperlukan air dan
udara. Selama benih belum tumbuh, peranan air cukup besar dalam membantu proses
perkecambahan benih. Benih yang diberi air akan berusaha menyerap, kemudian
dilanjutkan perubahan dan perkembangan sel dalam biji, akhirnya benih tumbuh
(Anonim, 2005).
Proses pemupukan terhadap tanaman akan
mempengaruhi pertumbuhannya seperti ukuran batang ideal, daun jadi lebih
berbentuk dan warna aroma bau pada bunga menjadi lebih menonjol keharumannya.
Dengan pemupukan yang teratur dapat mempercepat laju pertumbuhan sebatang
tanaman serta membuatnya menjadi lebih subur. Dari segi fisiknya, ada 2 jenis
pupuk yaitu pupuk alami (pupuk organik) dan pupuk buatan (pupuk anorganik)
(Jaenal Mutaqin, 2008).
Pada
upaya peningkatan produksi jagung, pemupukan merupakan hal penting dan harus
diperhatikan. Adapun hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah jenis, dosis,
waktu, dan cara pemupukan adalah sebagai berikut:
1.
Jenis dan dosis pemupukan
Jenis pupuk yang diberikan pada jagung adalah pupuk organik dan
pupuk anoprganik. Pupuk organik berupa pupuk kandang yang diberikan pada lahan
kurang subur. Dosisnya sekitar 15-20 ton/ha. Pupuk anorganik yang digunakan
untuk jagung berupa urea, SP-36, dan KCl. Dosis pupuk untuk jagung hibrida
sedikit berbeda dengan jagung nonhibrida. Untuk jagung hibruda, per hektarnya
dibutuhkan urea 300 kg, SP-36 100 kg, dan KCl 50 kg. sementara untuk jagung
nonhibrida, per hektarnya dibutuhkan urea 250 kg, SP-36 100 kg, KCl 50 kg.
Bila lahan sudah mengandung cukup unsur P karena penggunaan P (SP-36
atau TSP) yang terus-menerus, sebaiknya penggunaan pupuk tersebut tidak perlu
dilakukan atau cukup dengan dosis 50 kg TSP/ha. Demikian pula bila lahan sudah
mengandung cukup unsur K maka pemberian pupuk KCl dapat dikurangi atau
ditiadakan.
2.
Waktu dan jumlah pemupukan
Pupuk kandang diberikan seluruhnya pada saat pengolahan tanah,
sedangkan pupuk anorganik diberikan sebagai pupuk dasar atau pupuk susulan.
Pupuk N diberikan dua kali, yaitu saat tanam dan 4 minggu setelah tanam. Untuk
tanah-tanah bertektstur ringan dan dengan curah hujan tinggi, pupuk N diberikan
sebanyak tiga kali.
3.
Cara pemupukan
Pemberian pupuk kandang dilakukan dengan cara disebar dan diratakan
bersama dengan pengolahan tanah. Sementara pemberian pupuk dasar berupa urea,
TSP, dan KCl dilakukan dengan cara ditugal sedalam 10 cm sekitar 7 cm di kiri
dan kanan tanaman.
Untuk urea dan TSP diberikan dalam satu lubang, sedangkan KCl pada
lubang tersendiri. Setelah dimasukkan pupuk, selanjutnya lubang ditutup kembali
dengan tanah. Sementara pemberian pupuk susulan dilakukan dengan cara ditugal
sedalam 10 cm sekitar 15 cm dari tanah (Adisarwanto 2004).
Takaran
pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda untuk
masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah
memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Ada beberapa hal
penting yang perlu dicermati untuk mendapatkan efisiensi dalam pemupukan,
antara lain: jenis pupuk yang digunakan, sifat dari pupuk itu sendiri, waktu
pemupukan dan syarat pemberian pupuk serta cara atau metode pemupukan.
Peningkatan produksi pertanian dapat dilalui melalui pendekatan tekhnologi yang
tepat antara lain dengan menerapkan tekhnologi pemupukan berimbang spesifik
lokasi. Saat ini tekhnologi pemupukan sesuai anjuran hampir tidak dilakukan
oleh sebagian petani Indonesia, sehingga menyebabkan pemupukan menjadi tidak
berimbang (Anonimous, 2007).
Hairah et
al. (2000) mengemukakan beberapa cara untuk mendapatkan bahan organik:
1. Pengembalian sisa panen. Jumlah
sisa panenan tanaman pangan yang dapat dikembalikan ke dalam tanah berkisar 2 – 5 ton per ha,
sehingga tidak dapat memenuhi jumlah
kebutuhan bahan organik minimum. Oleh
karena itu, masukan bahan organik dari sumber lain tetap diperlukan.
2. Pemberian pupuk kandang. Pupuk
kandang yang berasal dari kotoran hewan peliharaan seperti sapi, kambing,
kerbau dan ayam, atau bisa juga dari hewan liar seperti kelelawar atau burung
dapat dipergunakan untuk menambah kandungan bahan organik tanah. Pengadaan atau
penyediaan kotoran hewan seringkali sulit dilakukan karena memerlukan biaya
transportasi yang besar.
3. Pemberian pupuk hijau. Pupuk
hijau bisa diperoleh dari serasah dan dari pangkasan tanaman penutup yang
ditanam selama masa bera atau pepohonan dalam larikan sebagai tanaman pagar.
Pangkasan tajuk tanaman penutup tanah dari famili leguminosae dapat memberikan
masukan bahan organic sebanyak 1.8 – 2.9 ton per ha (umur 3 bulan) dan 2.7 –
5.9 ton per ha untuk yang berumur 6 bulan.
Pengaruh
Bahan Organik terhadap Tanaman Pemberian bahan organik ke dalam tanah
memberikan dampak yang baik terhadap tanah, tempat tumbuh tanaman. Tanaman akan
memberikan respon yang positif apabila tempat tanaman tersebut tumbuh
memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Bahan
organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur tumbuh tanaman
yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam
amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi bahan organik
(Brady, 1990).
Nitrogen dan fosfat merupakan dua unsur hara yang paling
banyak diperlukan tanaman dan merupakan pembatas pertumbuhan dan hasil tanaman.
Sampai saat ini permasalahan yang dihadapi dalam program pemupukan adalah
pemangkasannya yang rendah. Meskipun demikian kebutuhan pokok pupuk N dan P dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bahan
dasar lainnya masih cukup banyak pupuk yang diperlukan. Untuk mengurangi
perbedaan yang besar antara kebutuhan (demand) dan pasokan (supply), tambahan
pupuk organik dan pupuk hayati sangat diperlukan. Kemungkinan besar terdapat
kendala yang cukup besar dalam program pengembangan pertanian organik, terutama
pengumpulan, penyimpanan, dan pemamfaatan bahan organik. Akan tetapi kesulitan
tersebut dapat diatasi dengan penggunaan pupuk hayati. Suatu hal yang mungkin
dapat dilaksanakan untuk memproduksi dan memasok pupuk hayati apabila tahapan
yang harus dilaksanakan dirancang dengan baik (Rachman Sutanto, 2002).
BAB
III
METODOLOGI
PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
a.
Alat
Adapun peralatan yang digunakan dalam percobaan Pengaruh
Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (termasuk proses
pengolahan tanah, pemeliharaan dan pengamatan) adalah cangkul, garu, gembor,
timbangan, meteran, jangka sorong, timbangan, alat tulis-menulis, ajir bambu,
papan nama, dan sebagainya.
b.
Bahan
Adapun
bahan yang digunakan dalam percobaan Pengaruh Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan
Dan Produksi Jagung Manis adalah sebagai berikut:
-
Benih, yaitu jagung manis.
-
Bahan-bahan kimia, yaitu pupuk Urea,
KCl, TSP, insektisida Furadan atau Carbofuradan, insektisida monocrotofos 15
WSC (Azodrin), Fungisida Dithane M-45 yang akan digunakan sesuai kebutuhan.
-
Bahan-bahan organik, yaitu kompos dan pupuk kandang.
B. Pelaksanaan Percobaan
a.
Pengolahan Tanah
Bedengan atau tanah diolah pada lapisan top soil (permukaan atas) dengan
menggunakan cangkul. Bedengan dibuat dengan ukuran panjang 4 m dan lebar 3 m
lebar. Jarak antar bedengan sekaligus sebagai saluran drainase adalah 0,5 m dan
diusahakan kedalamannya 20 cm. Pengolahan tanah dilakukan seminngu sebelum
penanaman dilakukan.
b.
Perlakuan Olah Tanah
Pengolahan tanah dilakukan dengan
tiga cara (sekaligus sebagai perlakuan dalam percobaan ini). Adapun cara olah
tanah (OT) sebagai berikut.
-
Olah Tanah 0 (OT0) = tanpa olah
tanah
-
Olah Tanah 1 (OT1) = olah tanah
satu kali
-
Olah Tanah 2 (OT2) = olah tanah
dua kali
Masing-masing sistem pengolahan tanah
tersebut dilkukan ulangan sebanyak tiga kali, dan bedengan yang digunakan
berjumlah sembilan. Secara lengkap susunan bedengan dan perlakuan sebagai
berikut:
c.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan bantuan ajir
bamboo dan tali rafia. Kedalaman tanam benih 4-5 cm, jarak tanam yang dicoba
80x40 cm. Jarak pinggir adalah setengah
jarak tanam. Bedengan yang telah ditugal
diisi (ditanam)2 benuh jagung. Bersamaan dengan menanam benih berikan furadan
atau Carbofuran (0,17 g) kedalam lubang tanam. Tujuannya untuk mengatasi
serangan lalat bibit pada masa awal pertumbuhan. Kebutuhan benih per hektar
antara 6-8 kg.
d.
Pemupukan
Pupuk yang diberikan adalah 200 kg urea
per hektar (4 g per lubang atau 240 g per bedeng), 300 kg TSP per hektar (6 g
per lubang atau 360 g per bedeng). Dan 200 kg KCL per hektar (4 g perlubang
atau 240 g per bedeng). Pemupukan pertama ini dilakukan pada saat tanam dengan
cara larikan (dalam alur). Pemupukan kedua pada umur 28 hari setelah tanam.
Pupuk yang hanya urea sebanyak 250 kg per hektar (5 g per lubang tanam atau 300
g per bedeng). Cara pemberian adalah dengan cara larikan (dalam alur) dengan
kedalaman 10 cm.
e.
Pemeliharaan
1)
Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada umur dua
minggu setalah tanam, penyulaman dilakukan jika ada tanaman yang tidak hidup.
2)
Penyiangan dan Pembumbunan
Penyiangan pertama dilakukan pada umur
ketiga minggu setelah tanam, kenudian dilakukan juga pembumbunan.
3)
Penyemprotan Hama dan Penyakit
Pada minggu ketiga juga dilakukan
penyemprotan fungisida yang dicamopur dengan insektisida. Pada umur keempat
minggu setelah tanam taburkan furadan dipucuk tanaman, penyiangan gulma serta pembumbunan.
4)
Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada setiap pagi
dan sore kecuali jika pada hari hujan. Air merupakan salah satu faktor
keberhasilan dalam budidaya tanaman jagung manis, terutama pada awal fase
pertumbuhannya. Mekanisme penyiraman dilakukan diluar jadwal praktikum
dilakukan secara bergilir oleh praktikan dan dibuat absen secara khusus.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Tabel Pengamatan Pra-Panen
Tabel
1. Potensi Tumbuh Benih (Diamati Satu Minggu Setelah Tanam)
Perlakuan
|
Blok I
|
Blok II
|
Blok III
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
|
OT 0
|
94,28
|
84,28
|
91,43
|
269,99
|
89,99
|
|
OT 1
|
98,57
|
90
|
92,83
|
281,4
|
93,8
|
|
OT 2
|
88,57
|
91,43
|
84,29
|
264,29
|
88,09
|
Tabel
2. Tinggi Tanaman (Minggu Ketiga Setelah Tanam)
Perlakuan
|
T 1
|
T 2
|
T 3
|
T 4
|
T 5
|
T 6
|
T 7
|
T 8
|
T 9
|
T 10
|
Jumlah
|
Rata2
|
|
OT 0 (I)
|
51
|
48
|
47
|
48
|
43
|
50
|
47
|
50
|
49
|
48
|
481
|
48.1
|
|
OT 0 (II)
|
44
|
57
|
57
|
50
|
47
|
48
|
39
|
46
|
47
|
39
|
474
|
47.4
|
|
OT 0 (III)
|
52
|
39
|
50
|
43
|
50
|
37
|
47
|
50
|
47
|
45
|
460
|
46
|
|
OT 1 (I)
|
54
|
52
|
51
|
54
|
51
|
51
|
52
|
60
|
54
|
58
|
537
|
53.7
|
|
OT 1 (II)
|
34
|
53
|
40
|
51
|
57
|
45
|
49
|
44
|
50
|
45
|
468
|
46.8
|
|
OT 1 (III)
|
51
|
55
|
51
|
43
|
43
|
55
|
49
|
42
|
36
|
50
|
480
|
48
|
|
OT 2 (I)
|
41
|
55
|
40
|
47
|
38
|
51
|
43
|
50
|
56
|
52
|
473
|
47.3
|
|
OT 2 (II)
|
55
|
57
|
50
|
54
|
53
|
56
|
57
|
50
|
46
|
59
|
539
|
53.9
|
|
OT 2 (III)
|
53
|
46
|
50
|
55
|
41
|
41
|
47
|
47
|
53
|
50
|
483
|
48.3
|
Tabel
2.1 Jumlah Daun (Minggu Ketiga Setelah Tanam)
Perlakuan
|
T 1
|
T 2
|
T 3
|
T 4
|
T 5
|
T 6
|
T 7
|
T 8
|
T 9
|
T 10
|
Jumlah
|
Rata2
|
|
OT 0 (I)
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
8
|
71
|
7.1
|
|
OT 0 (II)
|
8
|
10
|
8
|
7
|
8
|
8
|
6
|
8
|
9
|
6
|
78
|
7.8
|
|
OT 0 (III)
|
8
|
7
|
8
|
7
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
78
|
7.8
|
|
OT 1 (I)
|
7
|
8
|
9
|
9
|
9
|
8
|
8
|
8
|
9
|
8
|
83
|
8.3
|
|
OT 1 (II)
|
6
|
10
|
7
|
8
|
8
|
7
|
7
|
8
|
7
|
7
|
75
|
7.5
|
|
OT 1 (III)
|
8
|
8
|
8
|
7
|
8
|
8
|
8
|
7
|
7
|
7
|
76
|
7.6
|
|
OT 2 (I)
|
6
|
8
|
7
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
9
|
78
|
7.8
|
|
OT 2 (II)
|
9
|
8
|
9
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
9
|
8
|
83
|
8.3
|
|
OT 2 (III)
|
9
|
9
|
9
|
9
|
7
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
83
|
8.3
|
Tabel
3. Tinggi Tanaman (Minggu Keempat Setelah Tanam)
Perlakuan
|
T 1
|
T 2
|
T 3
|
T 4
|
T 5
|
T 6
|
T 7
|
T 8
|
T 9
|
T 10
|
Jumlah
|
Rata2
|
|
OT 0 (I)
|
83
|
79
|
80
|
80
|
76
|
81
|
78
|
77
|
82
|
81
|
796
|
79.6
|
|
OT 0 (II)
|
75
|
88
|
91
|
78
|
81
|
78
|
54
|
81
|
76
|
70
|
768
|
76.8
|
|
OT 0 (III)
|
81
|
65
|
73
|
70
|
75
|
70
|
75
|
75
|
70
|
75
|
729
|
72.9
|
|
OT 1 (I)
|
82
|
83
|
93
|
84
|
80
|
81
|
82
|
86
|
85
|
88
|
844
|
84.4
|
|
OT 1 (II)
|
55
|
87
|
69
|
80
|
84
|
78
|
76
|
79
|
81
|
77
|
766
|
76.6
|
|
OT 1 (III)
|
80
|
80
|
81
|
65
|
80
|
75
|
75
|
68
|
60
|
70
|
734
|
73.4
|
|
OT 2 (I)
|
53
|
67
|
80
|
65
|
80
|
70
|
79
|
76
|
82
|
81
|
733
|
73.3
|
|
OT 2 (II)
|
49
|
87
|
84
|
84
|
87
|
87
|
83
|
81
|
78
|
84
|
853
|
85.3
|
|
OT 2 (III)
|
82
|
74
|
81
|
85
|
68
|
66
|
82
|
80
|
83
|
85
|
788
|
78.8
|
Tabel
4. Tinggi Tanaman (Minggu Kelima Setelah Tanam)
Perlakuan
|
T 1
|
T 2
|
T 3
|
T 4
|
T 5
|
T 6
|
T 7
|
T 8
|
T 9
|
T 10
|
Jumlah
|
Rata2
|
|
OT 0 (I)
|
130
|
128
|
130
|
131
|
120
|
128
|
125
|
127
|
130
|
121
|
1270
|
127
|
|
OT 0 (II)
|
131
|
129
|
126
|
130
|
121
|
128
|
130
|
131
|
132
|
131
|
1289
|
128.9
|
|
OT 0 (III)
|
136
|
90
|
122
|
123
|
130
|
120
|
124
|
125
|
128
|
130
|
1228
|
122.8
|
|
OT 1 (I)
|
135
|
141
|
154
|
141
|
117
|
131
|
132
|
137
|
138
|
147
|
1373
|
137.3
|
|
OT 1 (II)
|
84
|
130
|
108
|
131
|
132
|
122
|
126
|
124
|
128
|
121
|
1206
|
120.6
|
|
OT 1 (III)
|
133
|
138
|
135
|
120
|
133
|
130
|
130
|
120
|
110
|
120
|
1269
|
126.9
|
|
OT 2 (I)
|
136
|
90
|
118
|
110
|
135
|
125
|
120
|
131
|
134
|
141
|
1240
|
124
|
|
OT 2 (II)
|
147
|
137
|
136
|
134
|
132
|
142
|
141
|
133
|
133
|
140
|
1375
|
137.5
|
|
OT 2 (III)
|
135
|
128
|
135
|
133
|
120
|
115
|
130
|
120
|
130
|
135
|
1281
|
128.1
|
Tabel 4.1.
Jumlah Daun (Minggu Kelima Setelah tanam)
Perlakuan
|
T 1
|
T 2
|
T 3
|
T 4
|
T 5
|
T 6
|
T 7
|
T 8
|
T 9
|
T 10
|
Jumlah
|
Rata2
|
|
OT 0 (I)
|
12
|
13
|
13
|
14
|
13
|
13
|
13
|
12
|
13
|
12
|
128
|
12.8
|
|
OT 0 (II)
|
11
|
13
|
12
|
14
|
13
|
13
|
12
|
13
|
13
|
14
|
128
|
12.8
|
|
OT 0 (III)
|
11
|
16
|
12
|
11
|
12
|
10
|
10
|
10
|
12
|
11
|
115
|
11.5
|
|
OT 1 (I)
|
12
|
12
|
13
|
14
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
13
|
124
|
12.4
|
|
OT 1 (II)
|
12
|
13
|
12
|
12
|
13
|
14
|
12
|
12
|
13
|
13
|
126
|
12.6
|
|
OT 1 (III)
|
11
|
11
|
11
|
10
|
11
|
10
|
11
|
9
|
8
|
10
|
102
|
10.2
|
|
OT 2 (I)
|
10
|
12
|
13
|
10
|
12
|
13
|
12
|
13
|
13
|
13
|
121
|
12.1
|
|
OT 2 (II)
|
11
|
12
|
13
|
12
|
13
|
12
|
13
|
10
|
13
|
12
|
121
|
12.1
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Tabel 5. Tinggi
Tanaman (Minggu Keenam Setelah Tanam)
Perlakuan
|
T 1
|
T 2
|
T 3
|
T 4
|
T 5
|
T 6
|
T 7
|
T 8
|
T 9
|
T 10
|
Jumlah
|
Rata2
|
|
OT 0 (I)
|
171
|
183
|
173
|
180
|
170
|
181
|
181
|
182
|
185
|
180
|
1786
|
178.6
|
|
OT 0 (II)
|
172
|
201
|
200
|
187
|
165
|
180
|
180
|
182
|
175
|
189
|
1831
|
183.1
|
|
OT 0 (III)
|
195
|
163
|
185
|
175
|
190
|
180
|
178
|
180
|
178
|
184
|
1808
|
180.8
|
|
OT 1 (I)
|
188
|
189
|
211
|
195
|
171
|
182
|
188
|
184
|
196
|
187
|
1891
|
189.1
|
|
OT 1 (II)
|
126
|
182
|
190
|
183
|
190
|
176
|
181
|
177
|
196
|
197
|
1798
|
179.8
|
|
OT 1 (III)
|
190
|
190
|
190
|
174
|
170
|
185
|
182
|
178
|
177
|
170
|
1806
|
180.6
|
|
OT 2 (I)
|
145
|
166
|
196
|
160
|
175
|
167
|
171
|
179
|
191
|
192
|
1742
|
174.2
|
|
OT 2 (II)
|
197
|
188
|
192
|
187
|
188
|
196
|
195
|
182
|
183
|
189
|
1897
|
189.7
|
|
OT 2 (III)
|
194
|
190
|
190
|
187
|
170
|
163
|
192
|
182
|
183
|
188
|
1839
|
183.9
|
Perlakuan
|
T 1
|
T 2
|
T 3
|
T 4
|
T 5
|
T 6
|
T 7
|
T 8
|
T 9
|
T 10
|
Jumlah
|
Rata2
|
|
OT 0 (I)
|
4
|
3.8
|
3.2
|
3.4
|
3
|
3.6
|
3.4
|
3
|
3.7
|
3.8
|
34.9
|
3.49
|
|
OT 0 (II)
|
3.9
|
4.2
|
3.6
|
3
|
3.4
|
3.2
|
3.7
|
4
|
3.2
|
3.6
|
35.8
|
3.58
|
|
OT 0 (III)
|
3
|
3.2
|
3.8
|
3.9
|
3
|
3.7
|
3.8
|
4.1
|
3.2
|
3.3
|
35
|
3.5
|
|
OT 1 (I)
|
4.2
|
4.3
|
3.4
|
3.2
|
2.7
|
3.7
|
3.2
|
4.4
|
4.2
|
4.1
|
37.4
|
3.74
|
|
OT 1 (II)
|
4.1
|
3.2
|
3.7
|
4
|
4.2
|
3.9
|
3.7
|
3.2
|
3.8
|
3.1
|
36.9
|
3.69
|
|
OT 1 (III)
|
4.3
|
3.8
|
3.9
|
3.2
|
4.1
|
3.9
|
3.9
|
3.7
|
3.8
|
3.2
|
37.8
|
3.78
|
|
OT 2 (I)
|
2.5
|
3
|
4.4
|
3.2
|
4
|
3
|
3.3
|
2.8
|
4
|
4.1
|
34.3
|
3.43
|
|
OT 2 (II)
|
3.2
|
3.4
|
3.3
|
3.7
|
4.1
|
3.6
|
4.2
|
3.2
|
3.9
|
3
|
35.6
|
3.56
|
|
OT 2 (III)
|
3.6
|
4.2
|
3.6
|
4.1
|
3.7
|
3.9
|
4.2
|
4.3
|
3.6
|
4
|
39.2
|
3.92
|
Tabel 6. Lingkar
Batang (Minggu Ketujuh Setelah Tanam)
B. Pengamatam Saat Panen
(Jagung Manis)
Tabel 1. Jumlah
Tongkol Tanaman
Perlakuan
|
Blok I
|
Blok II
|
Blok III
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
|
OT 0
|
78
|
75
|
63
|
216
|
72
|
|
OT 1
|
64
|
59
|
58
|
181
|
60.33
|
|
OT 2
|
60
|
72
|
66
|
198
|
66
|
Tabel 2. Bobot Tongkol
Berkelobot (gram)
Perlakuan
|
Blok I
|
Blok II
|
Blok III
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
|
OT 0
|
1.58
|
1.62
|
1.63
|
4.83
|
1.61
|
|
OT 1
|
1.7
|
1.6
|
1.61
|
4.91
|
1.64
|
|
OT 2
|
1.6
|
1.64
|
1.42
|
4.66
|
1.55
|
Tabel 3. Bobot
Tongkol Tanpa Kelobot (gram)
Perlakuan
|
Perlakuan
|
Perlakuan
|
Perlakuan
|
Perlakuan
|
Perlakuan
|
|
OT 0
|
0.88
|
1
|
1
|
2.88
|
0.96
|
|
OT 1
|
0.9
|
1.2
|
1
|
3.1
|
1.03
|
|
OT 2
|
0.98
|
1
|
1.1
|
3.08
|
1.03
|
Tabel 4. Panjang
Tongkol Tanpa Kelobot (cm)
Perlakuan
|
Blok I
|
Blok II
|
Blok III
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
|
OT 0
|
20
|
19.3
|
19.1
|
58.4
|
19.47
|
|
OT 1
|
20
|
19.6
|
19.16
|
58.76
|
19.59
|
|
OT 2
|
19.66
|
19.6
|
18
|
57.26
|
19.1
|
Tabel 5.
Diameter Tanpa Kelobot (cm)
Perlakuan
|
Blok I
|
Blok II
|
Blok III
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
|
OT 0
|
4.8
|
5.23
|
5.3
|
15.33
|
5.11
|
|
OT 1
|
4.9
|
5.26
|
5.5
|
15.66
|
5.22
|
|
OT 2
|
5.23
|
5.63
|
5.3
|
16.16
|
5.39
|
Tabel 6.
Perkiraan Jumlah Biji Pertongkol
Perlakuan
|
Blok I
|
Blok II
|
Blok III
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
|
OT 0
|
626
|
671
|
624
|
1921
|
640
|
|
OT 1
|
701
|
612
|
640
|
1953
|
651
|
|
OT 2
|
658
|
658
|
700
|
2016
|
672
|
Tabel 7. Hasil
Per Bedeng Tanpa Tanaman Pinggir
Perlakuan
|
Blok I
|
Blok II
|
Blok III
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
|
OT 0
|
29
|
20
|
26
|
75
|
25
|
|
OT 1
|
29
|
30
|
22
|
81
|
27
|
|
OT 2
|
27
|
31
|
28
|
86
|
29
|
C. Pembahasan
Berdasarkan
hasil percobaan diatas, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel hasil
pengamatan kelompok 1, potensi tumbuh benih (diamati satu minggu setelah tanam)
adalah OT 0 = 89.99, OT 1 = 93.8, dan sedangkan OT 2 = 88.09, total dari
potensi tumbuh benih adalah 271.88 sehingga dapat diperoleh nilai rata- rata
adalah 90.63.
Setelah
benih jagung tumbuh selama tiga minggu maka tanaman jagung mulai membesar.
tinggi tanaman jagung pada bedeng I 48.1 cm, bedeng II 53.7 cm, bedeng III
47.3cm, totalnya 149.1 cm dan rata-ratanya 49.7 cm. Dan jumlah daun
tabel hasil pengamatan kelompok 1, jumlah daun bedeng I 7.1 helai, bedeng II
8.3 helai, bedeng III 7.8 helai, totalnya 23.2 helai, dan rata-ratanya 7.7
helai.
Pada minggu ketujuh
diameter pangkal batang hasil pengamatan kelompok 1, diameter pangkal batang
bedeng I 3.49 mm, dan pada bedeng II 3.74 mm, dan bedeng III 3.43 mm, sehingga
dapat diperoleh totalnya adalah 10.66 mm, dan sedangkan rata-ratanya 3.55 mm.
Pada saat pemanenan
jagung manis, maka jagung manis memiliki hasil yang sangat bagus sehingga berat
tongkol dan jumlah tongkol jagung berkelobot hasil pengamatan kelompok 1,berat
tongkol berkelobot adalah OT 0 = 1.61 gram, OT 1 = 1.64 gram, OT 2 = 1.55 gram,
sehingga dapat diperoleh totalnya adalah 4.8 gram, rata-ratanya 1.6 gram.
Sedangkan berat tongkol tanpa kelobot hasil pengamatan kelompok 1, berat
tongkol tanpa kelobot adalah OT 0 = 0.96 gram, dan pada OT 1 = 1.03 gram, dan pada OT 2 = 1.03 gram, maka dapat
diperoleh nilai totalnya adalah 3.02 gram, sehingga rata-ratanya 1.007 gram.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a.
Mengolah tanah adalah untuk
menciptakan sifat olah yang baik, dan sifat ini mencerminkan keadaan fisik
tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman.
b.
Mengolah tanah merupakan
mengubah tanah pertanian dengan menggunakan suatu alat pertanian sedemikian
rupa sehingga dapat diperoleh susunan tanah sebaik-baiknya.
c.
Mengolah tanah untuk:
Meningkatkan sifat fisik tanah menjadi
baik, untuk menjaga pertumbuhan tanah menjadi baik,dan untuk mempermudah
penggunaan pupuk dan obat-obatan.
d.
Pengolahan tanah minimum hanya
dapat dilakukan pada tanah yang gembur.
e.
Pengolahan tanah merupakan kebudayaan
yang tertua dalam pertanian dan tetap diperlukan dalam pertanian modern.
f.
Tujuan pengolahan tanah adalah
untuk menyiapkan tempat pesemaian, tempat bertanam, menciptakan daerah
perakaran yang baik, membenamkan sisa tanaman, dan memberantas gulma.
B.
Saran
a.
Sebaiknya praktikum
dilaksanakan tepat pada waktunya sesuai jadwal.
b.
Sebaiknya co.assisten dapat
menjelaskan secara detil hama ataupun penyakit pada tanaman sehingga praktikan
mengetahui hama yang menyerang tanaman.
c.
Teknologi di labolatorium yang
sekarang sudah sangat memadai (perfect), namun tolong diperbanyak lagi demi
kemajuan kita bersama.
DAFTAR
PUSTAKA
Adisarwanto, T, ddk. 2004. Meningkatkan Produksi Jagung. PT Penebar Swadaya: Jakarta.
Anonim. 2006. Bercocok
Tanam Jagung. www.warintek.progressio.or.id. Diakses tanggal 14 Desember 2010.
Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan.
CV. Aksara, Malang.
Mutaqin, J. 2008. Anjuran Pemupukan Tanaman. Di Tanah Entisaol. Sains Tanah. Vol
1. No 1. hal 1-6
Reijntjes, Coen, ddk. 2009. Pertanian Masa Depan.
Kanisius (Anggota IKAPI):
Yogyakarta.
Pearson, L. C. 1967. Principles of Agronomy. Reinhold Publishing Corporation. USA.
Seiriam. 2001.
Budidaya Tanaman Pangan. http://www.niagapusri.co.id. Diakses tanggal 14 Desember 2010.
Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 121 hal
Sutanto,
R. 1997. Penerapan Pertanian Organik.
Kompas, Jakarta. 169.